Sabtu, 21 April 2012

Sebab Hadats





Bottom of Form

1.     Kencing, B-A-B, dan Keluar Mani
Menurut ijma, air kencing dan kotoran yang keluar dari dua saluran---qubul dan dubur---membatalkan wudu. Adapun, sesuatu yang jarang terjadi, seperti keluar ulat dari dubur, keluar angin dari qubul (kemaluan), batu, darah, dan masih juga membatalkan wudu, kecuali menurut Maliki. Sedangkan Hanafi mengecualikan angin yang keluar dari kemaluan yang menurutnya tidak membatalkan wudu.

       Keluar mani:
  • Tiga imam mazhab:  keluar mani membatalkan wudu. 
  •  Syafi’i: Tidak membatalkan wudu, tetapi mewajibkan mandi. 
  •  Hanafi: Semua itu, termasuk keluarnya mani, membatalkan wudu.

2.     Menyentuh kemaluan
Para Imam Madhab sepakat bahwa orang yang menyentuh kemaluannya dengan selain tangan, wudhunya tidak batal.
Mereka berbeda pendapat tentang orang yang meyentuh kemaluandengan tangan;
  • Hanafi; Hal tsb tidak membatalkan wudhu secara mutlak, dengan sisi mana saja ia mnyentuh.
  • Syafi’i; Hal itu membatalkan wudhu jika sentuhannya dengan telapak tangan bagian dalam tanpa penghalang, baik disertai syahwat maupun tidak, bila menyentuh dengan menggunakan punggung tangan maka tidak membatalkan wudhu.
  • Hambali; Hal itu membatalkan wudhu, baik sentuhannya menggunakan bagian dalam tangan maupun luar.
  • Maliki; Jika sentuhannya disertai syahwat maka hal itu membatalkan wudhu, bila tidak maka tidak batal.

Menyentuh kemaluan orang lain?
  • Syafi’i dan Hambali; tidak membatalkan wudu, baik orang yang menyentuh maupun yang disentuh, kecil atau dewasa, hidup maupun sudah mati.
  • Maliki; Hal tersebut tidak membatalkan wudhu bila yang yang menyentuhnya anak kecil.
  • Hanafi; siapapun yang disentuhnya tidak membatalkan wudhu.

Apakah orang yang disentuh kemaluannya, wudhunya batal?
  • Maliki; wudhunya batal.
  • Hanafi, Syafi’i, dan Hambali; wudhunya tidak batal.

Empat imam madzhab sepakat bahwa menyentuh biji testis tidak membatalkan wudhu, meskipun tanpa penghalang.

Menyentuh amrad (anak muda belia)?
  • Hanafi dan Hambali; tidak wajib wudhu karena menyentuh amrad (anak muda belia) meskipun disertai syahwat. 
  • Maliki dan Syafi’i;  wajib berwudhu karenanya.

Memegang dubur?
  • Hanafi dan Maliki; tidak membatalkan wudhu. 
  • Syafi’i dan Hambali membatalkan wudhu. (Namun diriwayat lain dari mereka, hal itu tidak membatalkan wudhu).

3.     Bersentuhan Kulit Laki-laki dan Perempuan
Hukum laki-laki yang menyentuh perempuan?
  • Syafi’i;  hal itu membatalkan wudhu dalam keadaan apapun  jika tanpa penghalang kecuali mahrom. 
  • Maliki dan Hambali; wudhunya batal jika sentuhan tersebut disertai syahwat, jika tidak dengan syahwat maka tidak batal.
  • Hanafi; Hal itu tidak membatalkan wudhu, kecuali bila memegang dzakar dalam kondisi tegang , baik tegang karena disengaja maupun tidak.

Muhammad bin al-Hasan---seorang murid terkemuka Hanafi---berpendapat;
wudhunya tidak batal walau dalam kondisi tegang.

Atha’ berpendapat;
jika seorang menyentuh perempuan asing---bukan mahrom---wudhunya batal. Tetapi jika perempuan itu adalah halal baginya, seperti isteri dan budak wanita, maka wudhunya tidak batal.
  • Syafi’i dan Maliki; Orang yang menyentuh dan disentuh sama saja batal wudhunya. 
  • Hambali; terdapat dua riwayat---satu membatalkan dan lainnya tidak.

4.     Tidur
Para imam madzhab sepakat bahwa tidur berbaring dan bersandar dapat membatalkan wudhu. Tentang orang yang tertidur dalam shalat, misalnya ketika ruku’?
  • Hanafi; hal itu tidak membatlkan wudhu meskipun tidurnya lama. Namun bila ia rebah ke depan atau ke belakang maka wudhunya batal.
  • Maliki; Tidur ketika ruku’ atau sujud jika lama, membatalkan wudhu. Jika tidur ketika beridiri atau duduk maka wudhunya tidak batal. 
  •  Syafi’i dalam qoul jadid; Jika tidurnya di tempat duduknya maka tidak batal. Namun jika tidak, wudhunya batal. Sedangkan dalam qoul qodim, ia berpendapat bahwa tidur dalam kondisi apapun di dalam shalat tidak membatalkan wudhu.  ---Tidak ada perbedaan antara tidur lama dan sebentar, meskipun ia bermimpi , selama pantatnya tetap melekat pada tempat duduknya. Sebab tidur itu sendiri bukan hadats, melainkan dimungkinkan timbulnya hadats. 
  •  Hambali; Jika tidurnya ketika berdiri, duduk, ruku’, dan sujud itu lama maka batal. (Menurut al-Khathabi; inilah pendapat paling shahih dari dua riwayat Hambali).


 Ø Hal-hal yang Membatalkan Wudhu
  • Syafi’i dan Maliki; Najis yang dikeluarkan dari badan selain dubur dan qubul seperti darah dari hidung, muntah, dan darah berbekam  tidak membatalkan wudhu.
  • Hanafi; wajib wudhu karena keluar darah yang mengalir dan muntah yang memenuhi mulut.
  • Hambali; Muntah yang banyak membatalkan wudhu,  sedangkan tentang muntah yang banyak ada dua riwayat.

Menurut ijma; tertawa terbahak-bahak di dalam shalat membatalkan shalat. Namun apakah itu membatalkan wudhu?
  • Maliki, Hambali, dan Syafi’i; tidak membatalkan wudhu. 
  •  Hanafi; membatalkan wudhu.

Menurut  ijma’; memakan makanan yang dimasak dengan api, seperti nasi dan roti, tidak membatalkan wudhu. Namun diriwayatkan dari sebagian sahabat, seperti Ibnu Umar, Abu Hurairah, dan Zaid bin Tsabit, bahwa mereka mewajibkan wudhu.
  • Hanafi, Maliki, dan Syafi’idalam qoul jadid; memakan daging unta tidak membatalkan wudhu. 
  • Hambali; membatalkan wudhu. Pendapat ini sesuai dengan qoul qodim Syafi’i dan yang dipilih para sahabatnya.

Memandikan mayyit dpt membatalkan wudhu?
  • Tiga imam madzhab; tidak membatalkan wudhu. 
  •  Hambali; hal itu membatalkan wudhu.

Para imam sepakat bahwa orang yang yakin telah bersuci, lalu timbul keraguan tentang kesuciannya, maka ditetapkan suci. Maliki; menurut lahiriah ia tidak suci dan harus berwudhu lagi.

Al-hasan berpendapat; jika keraguaannya muncul ketika shalat, hendaklah ia memilih apa yang diyakininya, lalu meneruskan shalatnya. Namun jika keraguan muncul di luar shalat, hendaklah ia mengambil yang meragukan, yakni berwudhu lagi.

Ø Menyentuh Mushaf;
Menurut ijma tidak boleh menyentuh mushaf (al-Qur’an) dan membawanya bagi orang yang berhdats.
Ada riwayat dari Dawud dan lain-lain bahwa mereka membolehkannya.

Boleh membawanya dengan cara dibungkus dan digantungkan, kecuali menurut Syafi’i; boleh membawa Al-Qur’an bersama benda lain atau bersama tafsir atau dinar (uang), dan boleh juga membuka lembaranny dengan kayu.

Ø Buang Hajat
  • Syafi’i, Maliki, dan Hambali dalam riwayatnya yang paling masyhur: menghadap ke arah Kiblat dan membelakanginya ketika buang air di tanah lapang adalah haram. 
  •  Hanafi dan Hambali---dalam riwayat lain; buang air menghadap Kiblat atau membelakanginya, baik di tanah lapang atau di dalam bangunan adalah makruh.

Ø Istinja’
  • Maliki, Syafi’i, dan Hambali dalam satu riwayat: Istinja’adalah wajib.  Namun dalam riwayat lain dari Maliki; sah shalat seorang tanpa istinja’.
  • Hanafi; istinja’ adalah sunnah, tidak wajib. Demikian juga menurut riwayat lain dari Maliki. Menurut Hanafi; jika seseorang shalat tanpa istinja’ maka shalatnya sah. Yang wjib dihilangkan adalah yang lebih dari ukuran uang dirham.

Tidak boleh beristinja’ dengan menggunakan batu yang kurang dari tiga buah, walaupun sudah bersih. Adapun yang dimaksud dengan tiga batu adalah tiga kali sapuan. Maka, apabila batu tersebut memiliki tiga buah sudut, sudahlah cukup jika dapat membersihkannya. Namun, jika batu yang bersudut tiga itu tidak dapat membersihkan, maka bagian itu harus disapu dengan batu keempat, kelima, dst.
  • Hanafi dan maliki; yang diperlukan adalah kebersihannya, dan tidak disukai menggunakan lebih dari tiga buah batu. 
  •  Syafi’I dan Hambali; tidak boleh bristinja’ dengan tulang dan kotoran hewan. Hanafi dan Maliki; kedua benda itu memadai, tetapi lebih disukai dengan tidak menggunakannya.

-------------------- ALLOHU 'ALAM--------------
----------------------------------- Wassalamu'alaikum wrwb-------------------------------
PANITIA PEMBEBASAN TANAH DAN PEMBANGUNAN PONDOK PESANTREN TAKWIENUL UMMAH
MENERIMA & MENGELOLA ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH, WAKAF, HIBAH anda
No Rekening: 0050161952 BANK SYARI'AH MANDIRI
a/n YAYASAN TAKWIENUL UMMAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar